Let's save the earth with us!
Kematian paus sperma yang terdampar di Taman Nasional Wakatobi dengan hampir 6 kg sampah plastik ditemukan di dalam perutnya merupakan topik yang marak dibicarakan beberapa minggu terakhir. Situasi yang memprihatinkan ini bahkan hanya merupakan tip of the iceberg dari masalah lain yang sebenarnya sedang terjadi. Bersama dengan 4 negara-negara Asia lainnya – Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Thailand – Indonesia bertanggung jawab atas 60% dari total sampah plastik tersebar di lautan menurut laporan tahun 2015 oleh juru kampanye Ocean Conservancy dan Pusat Bisnis dan Lingkungan McKinsey. Di Kupang sendiri, produksi sampah dapat mencapai 200 ton dalam 1 hari. Situasi ini juga tidak jauh berbeda di Timor Leste. Di ibukota Dili saja, produksi sampah harian bertumbuh dengan pesat dari 190 ton pada tahun 2015 hingga 200 ton pada tahun 2018. Jika situasi seperti ini kian berlanjut, maka pada tahun 2030 produksi sampah bisa menyentuh angka 400 ton dalam sehari. Seperti yang dinyatakan oleh Flavia da Silva pada sebuah diskusi di OOC tahun 2018. Semua masalah ini bermula dari kurangnya kesadaran dan perilaku peduli terhadap lingkungan. Walaupun keragaman hayati ini sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir seperti Kupang (Indonesia) dan Dili (Timor Leste) karena hasil laut yang sudah terkontaminasi akibat sampah akan berdampak buruk bagi kesehatan. Kebanyakan masyarakat bahkan tidak menyadari dampak dari laut yang dipenuhi sampah dan merasa bahwa apa yang sedang terjadi adalah hal yang wajar. Sikap abai seperti ini adalah hal yang berbahaya. Oleh karena itu, dibutuhkan cara yang efektif unutk mengubah kebiasaan dan perilaku masyarakat di lingkungan pesisir. Project ini menawarkan kolaborasi dai 3 generasi; anak-anak sekolah SD, anak-anak muda, dan tenaga-tenaga ahli sebagai mentor untuk membawa perubahan kebiasaan dan perilaku dan memperkenalkan norma sosial yang baru di Kota Kupang dan Dili di mana anak-anak dan kaum muda menjadi pembawa perubahan yang mengambil tempat di tengah panggung masyarakat dengan dukungan yang kuat dari para tenaga ahli dan mentor. Proses ini dimulai dengan kesadaran akan pentingnya keinginan untuk menyayangi diri sendiri. Dimulai dari kepedulian terhadap kesehatan pribadi, anak - anak akan belajar bagaimana cara untuk peduli terhadap lingkungan mereka. Project ini ibarat sekali dayung dua pulau terlampaui. Dimulai dengan mengajarkan anak-anak gaya hidup yang lebih bersih di sekolah, kita akan dapat berkontribusi untuk mengurangi masalah kesehatan yang berasal dari kurangnya praktik kebersihan. Data Kementerian Kesehatan menunjukan, hanya sekitar 12% anak berusia antara 5-14 tahun yang mencuci tangan mereka dengan sabun setelah buang air besar, 14% mencuci tangan mereka sebekum makan dan 35% mencuci tangan mereka setelah makan. Hal yang serupa terjadi di Timor Leste, perilaku yang tidak sehat meningkatkan penyebaran diare, salah satu peyakit yang paling mematikan bagi anak usia 5 tahun. Merubah perilaku merupakan hal yang sangat penting pada masa kanak-kanak. Karena itulah kita melihat program-program di sekolah seperti Usaha Kesehatan (UKS) di Indonesia dan Extra Kurikuler di Timor Leste sebagai sebuah kesempatan untuk mengajarkan anak-anak gaya hidup yang lebih sehat dan lebih bersahabat kepada alam dengan cara yang dapat terus dilaksanakan setelah project ini selesai. Bukan hanya anak-anak, kaum muda sebagai pembuat kebijakan di masa depan dalam komunitas mereka juga harus diikutsertakan dalam aksi yang memampukan mereka untuk belajar dan mengambil tindakan. Sehingga pada waktu mereka tiba, keputusan yang mereka ambil akan memprioritaskan kepada kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Kami percaya bahwa sebagai bagian dari komunitas di Kupang dan di Dili, kami adalah jawaban dari masalah kami sendiri, dan sebagai penghuni pulau daerah pesisir yang cukup panjang dan luas, masa depan kelestarian lingkungan ada di tangan kami. Kegiatan
Author: Silvia A. Landa
2 Comments
|
Author
Silvia A. Landa Archives
August 2019
Categories |